Home » » TULISAN TANGAN DAN PLAGIASI

TULISAN TANGAN DAN PLAGIASI

Selasa, 25 Juni 2013 | 0 komentar

Tulisan oleh: Noer Hasanatul Hafshaniyah

Dalam 1 semester ini, penulis menjumpai 2 ‘temuan’ plagiarisme. Pertama, ketika penulis menggarap tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam (PSI). Ada dua buah buku yang sama persis, dengan penulis, judul, sub judul, tahun terbit, penerbit dan penempatan halaman yang berbeda. Melihat tahun terbit yang berbeda, sangat mudah diputuskan mana yang ‘memplagiat’ dan mana yang ‘diplagiat’.

Yang kian menambah keterkejutan adalah karena buku yang tahun terbitnya lebih akhir –dan otomatis buku ini pula yang ‘memplagiat’- itu ditulis oleh 2 orang yang sangat tidak pantas untuk berbuat hal yang demikian itu. Penulis yang pertama berpangkat MA., yang berarti dia telah menyelesaikan jenjang magisternya. Dan penulis yang satu lagi berpangkat Dr., yang berarti ia telah berhasil menempuh jenjang doktoral.

‘Temuan’ yang kedua adalah ketika penulis mencari referensi untuk tugas mata kuliah al-Qur’an. Karena tugas yang dibebankan kepada mahasiswa adalah tentang Muthlaq dan Muqayyad dalam Penetapan Hukum Islam, maka penulis juga berinisiatif untuk mencarinya di literatur ilmu Ushul Fiqh, selain juga dalam berbagai literatur ‘Ulum al-Qur’an. Sebab, selain menjadi wilayah pembahasan ‘Ulum al-Qur’an, Muthlaq dan Muqayyad juga termasuk dalam kawasan kajian ilmu Ushul Fiqh.

Dalam proses eksplorasi referensi dan penyeleksian referensi yang akan digunakan dari berbagai literatur yang telah berhasil dikumpulkan, lagi-lagi terdapat 2 buku yang sama persis, dengan penulis, halaman, peberbit dan tahun terbit yang berbeda. Buku yang satu merupakan teks book yang sengaja diterbitkan oleh sebuah departemen untuk buku pegangan perguruan tinggi yang dinaunginya. Sedangkan buku yang satunya lagi merupakan karya perseorangan.

‘Temuan’ yang tanpak berjumlah kecil di atas, tentu tidak dapat merepresentasikan apa yang sejatinya terjadi di dunia akademik –dua buah kasus dalam kurun waktu 6 bulan. Sebab, plagiarisme memang telah lama ramai dijumpai di dunia akademik. Oleh karena itu, sangat mungkin bila ternyata di luar sana tindakan plagiat lebih subur dari apa yang dijumpai oleh penulis dalam kurun waktu lebih-kurang 6 bulan itu.

Plagiarisme atau plagiat yang merupakan pengambilan karangan atau pendapat orang lain dan sebagainya, serta dijadikan –seolah-olah- menjadi karangan atau pendapat sendiri (lih. KBBI offline versi 1.1, 2010), merupakan indikator kebobrokan yang telah merambah dunia intelektual. Dunia intelektual yang merupakan tempat lahirnya ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan baru, didayakannya akal budi serta segala sesuatunya diproses secara begitu ilmiah dan penuh kecerdasan, ternyata juga melakukan tindakan yang sangat tidak ilmiah ; pencurian hasil olah pikir orang lain.

Terkait dengan plagiasi, rumor yang tanpak menyeruak ke permukaan lebih sering memposisikan mahasiswa dari pada para dosen sebagai pelakunya. Yang seringkali mendapatkan warning untuk menghindar jauh-jauh dari tindak plagiasi adalah mereka, para mahasiswa. Lebih-lebih ketika dalam penggarapan tugas akhir.

Dalam masa-masa pelaksanaan UAS ini, salah satu perguruan tinggi swasta di Madura bahkan sampai menugaskan mahasiswanya untuk membuat makalah dengan ditulis tangan. Alasannya tiada lain kecuali demi menghindari tindakan plagiarisme. Hal yang sama juga terjadi di perguruan tinggi, di mana penulis belajar.

Bila ditelaah lebih mendalam, persoalan plagiarisme di lingkungan akademik tidak akan tuntas dengan hanya mewajibkan mahasiswanya untuk menyelesaikan tugas dengan tulisan tangan. Sebab akar persoalannya bukan pada alat yang digunakan mahasiswa untuk menyelesaikan tugas mereka. Akan tetapi lebih pada bagaimana mereka menyelesaikan tugas itu. Meskipun dalam penulisannya tugas-tugas tersebut ditulis tangan, akan tetapi dalam proses penyelesaiannya tidak menutup kemungkinan juga dihasilkan dari mengambil karya orang lain di sana sini.

Proses penyelesaian tugas mahasiswa, baik makalah sebagai tugas sehari-hari, ataupun skripsi sebagai tugas akhir, sangat terkait erat dengan kemampuan menulis yang mereka miliki. Sedangkan kemampuan menulis itu sendiri tidak lepas dari minat mereka terhadap dunia tersebut. Tentu minat itu tidak mungkin tumbuh secara instan. Akan tetapi sangat tergantung pada lingkungan yang ‘membesarkan’ mereka. Bila mahasiswa tumbuh tanpa memiliki rasa cinta terhadap dunia kepenulisan, hal ini menunjukkan lingkungan akademik di perguruan tinggi yang menempanya kurang atau bahkan tidak kondusif untuk itu.

Selain faktor internal yang ada pada masing-masing pribadi mahasiswa itu, juga terdapat faktor eksternal yang lahir dari para dosen mereka. Dalam hal ini, tradisi menulis di kalangan para dosen juga turut memberi andil. Dua ‘temuan’ di atas yang diprakarsai oleh beberapa orang dosen, tentu secara langsung berdampak pada iklim akademik di mana mereka berdedikasi. Sebab sebagaimana maklum, pendidikan bukanlah proses transformasi ilmu pengetahuan atau pengajaran semata. Akan tetapi juga melibatkan penempaan moral yang tentu saja hanya bisa ditempuh melalui keteladanan.

 "Penulis adalah kader HMI komfak tarbiyah".
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
: