Home » » AGAR MAU DAN BERANI MENULIS (ARTIKEL)

AGAR MAU DAN BERANI MENULIS (ARTIKEL)

Selasa, 25 Juni 2013 | 0 komentar

Judul buku: Menembus Koran Edisi II; Berani Menulis Artikel 

Penulis: Bramma Aji Putra 

Penerbit: easymedia 

Cetakan: Mei, 2012 

Tebal: x + 143 halaman 

Resonator: Nur Hasanatul Hafshaniyah* 

Menulis –apapun jenis tulisannya- memang sekilas tanpak sebagai aktivitas yang sederhana. Namun ternyata tidak demikian ketika seseorang berniat untuk meleburkan diri, masuk secara total dalam dunia ini. Jika kegiatan menulis tidak ingin dikatakan rumit –untuk menghindari stigma negatif, maka paling tidak, menulis bisa dikatakan unik karena meskipun menulis adalah bagian dari proses berbagi dan menguatkan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh mereka yang melakoninya, namun ia adalah skill, bukan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, seluas apapun penguasaan seseorang terhadap teknik dan tata cara menulis yang baik, jika ia tidak pernah mencoba dan membiasakan diri untuk menulis, maka sampai hari kiamat tibapun ia tidak akan pernah bisa menulis.

Namun ada fakta lain terkait dengan pembiasaan menulis tersebut. Ternyata seseorang tidak akan pernah bisa membiasakan diri menulis jika ia tidak memiliki modal keberanian. Sebab proses kreatif kepenulisan bukanlah jalan lapang yang tanpa aral melintang. Kekhawatiran dan rasa takut sering kali menghantui mereka yang ingin menekuni dunia kepenulisan. Mulai dari soal menarik tidaknya tema yang diangkat dan sudut pandang yang diambil, dimuat tidaknya oleh sebuah media yang dituju, hingga pada hal-hal yang bersifat teknis, seperti kesesuaian dengan teknik penulisan, pilihan diksi serta ketepatan tanda baca.

Itulah kurang lebih yang membuat keberanian sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang ingin terjun ke dunia tulis-menulis. Berani untuk dikritik, berani untuk ditolak sebuah media, dan yang terpenting adalah berani untuk setia pada proses menjadi seorang penulis. Inilah kurang lebih yang melatar belakangi Bramma Aji Putra mengambil tagline “Berani Menulis Artikel” dalam edisi kedua buku Menembus Koran ini.

Bila buku Menembus Koran edisi pertama lebih banyak berbicara tentang teknis penulisan dan trik bagaimana agar sebuah artikel dapat menembus media, pada edisi kedua ini penulis lebih provokasi para pembacanya agar berani menulis –apa saja, khususnya- artikel. Gerakan provokasi ini dia lakukan dalam dua bentuk. Pertama, dengan memaparkan keuntungan yang didapat oleh seseorang lewat aktivitas menulis. Dan yang kedua adalah dengan mengungkap cara sederhana dan mudah yang bisa dilakukan untuk mengatasi berbagai macam kendala saat menulis.

Sebagai bentuk dari gerakan provokasi pertama, penulis banyak berbicara tentang menulis sebagai bentuk dari kepandaian seseorang, dapat mempertajam ingatan, dapat menjadi obat penyakit batin dan psikis, serta tak lupa ia menambahkan pembahasan bahwa dengan menulis seseorang juga akan memperoleh keuntungan secara finansial dan ketenaran nama. Sedangkan bentuk gerakan profokasinya yang kedua yaitu paparannya di halaman 16 tentang cara jutu mengabadikan mood menulis.

Selain itu, agar selama seseorang menjalani proses penulisan berjalan lancar, tidak macet dan tulisan yang dihasilkannyapun tanpak apik dan renyah dibaca, penulis menjawab dengan latihan menulis diary (hal. 24), rakus membaca (hal 27), memiliki seorang figure penulis yang diidolakan (hal. 53) dan banyak pembahasan lainnya yang tersebar di beberapa halaman.

Menariknya, selain dikemas dengan bahasa yang sangat personal dan ringan, buku ini ditulis berdasarkan pengalaman sang penulis langsung, selain tentu ditopang dengan berbagai literatur. Seperti pada pembahasan tentang menulis sebagai terapi jitu saat recovery. Pada pembahasan itu, selain penulis bercerita tentang Dahlan Iskan yang mampu melahirkan sebuah buku justru ketika menjalani operasi ganti hati, dia juga bercerita tentang pengalaman pribadinya melawan flu-batuk-demam dengan menulis yang membuatnya terbaring lemas selama dua hari.

 Inilah yang membuat apa yang ada dalam buku ini terasa begitu nyata dan dekat dengan kehidupan para pembacanya. Hubungan emosional yang dijalin secara tak langsung –dan bahkan mungkin tak disengaja oleh penulisnya- inilah yang dapat menggerakkan para pembaca buku ini untuk segera menyalakan laptop dan segera pula mulai mengetik di atas keyboard.

*jurnalis. Tinggal di ‘kota buku’, Yogyakarta. 

"Resensi buku oleh Nur Hasanatul Hafshaniyah kader HMI komfak tarbiyah UIN Suka Yogyakarta".
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
: