Home » » MENGEMBANGKAN SAYAP KAMRAT

MENGEMBANGKAN SAYAP KAMRAT

Selasa, 25 Juni 2013 | 0 komentar

Tulisan oleh: Noer hasanatul Hafshaniyah 

 Nyaris di setiap daerah di Madura ada perkumpulan mingguan, 2 mingguan, dan bulanan yang di dalamnya berisikan acara tahlilan, shalawatan, dan penyampaian mau’idhah hasanah. Namun demikian, nama kegiatan itu beraneka ragam. Di satu tempat, kegiatan itu disebut kompolan. Di daerah yang lain, kegiatan tersebut dinamakan kamrat –dalam tulisan ini, akan menggunakan istilah kamrat karena istilah tersebut lebih memiliki ciri khas kultural. Anggota kegiatan inipun juga beragam. Ada yang ibu-ibu, bapak-bapak, kaum muda-mudi, dan bahkan para remaja. Dan sesuai dengan kultur masyarakat Madura, dalam kegiatan tersebut tidak terjadi pembauran antara kaum Adam dan kaum Hawa.

Kamrat ini sangat galak dilaksanakan, lebih-lebih ketika “musim” tertentu. Pada “musim” maulid Nabi, misalnya. Beberapa penggiat kamrat pernah menuturkan bahwa dalam seminggu dia bisa 3 sampai 4 kali menghadiri kamrat. Bahkan tak jarang, dalam sehari dia bisa 2 sampai 3 kali. Melihat intensitas pelaksanaan kamrat tersebut, dapat diketahui bahwa masyarakat setempat memiliki semangat yang menggelora dalam berkegiatan, khususnya dalam ber-kamrat. Akan tetapi semangat berkegiatan tersebut sebaiknya tidak hanya berhenti di kamrat saja.

Tanpa menghentikan kegiatan kamrat, perlu dilakukan gerakan yang lebih progresif lagi. Dalam artian, produktifitas kegiatan masyarakat jangan hanya dicukupkan pada kegiatan kamrat yang isinya seperti disebutkan di atas. Sebab kenyataannya kebutuhan masyarakat saat ini tidak saja berhenti pada kebutuhan untuk berkumpul, bershalawat, bertahlil, dan memperoleh pencerahan ilmu pengetahuan dan spiritual lewat mau’idhah hasanah yang ada dalam kamrat. Akan tetapi masyarakat juga perlu melakukan peningkatan kualitas hidup dengan cara meningkatkan pendapatan ekonomi, akses informasi, serta pendidikan.

Di satu sisi, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan yang secara umum telah disebutkan di atas. Sedangkan di sisi lain, masyarakat juga dihadapkan pada berbagai persoalan hidup. Instabilnya harga komoditas pertanian masyarakat di pasaran, cuaca yang juga tidak stabil, kekeringan di beberapa wilayah dan banjir di wilayah yang lain, antusiasme masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang masih tidak seberapa, konflik sosial, dan lain sebagainya merupakan persoalan-persoalan masyarakat yang mendesak untuk segera dicari jawabannya.

Kamrat sebagai gerakan kemasyarakatan memiliki kekuatan yang membaja untuk melakukan gebrakan dalam menuntaskan kebutuhan dan persoalan-persoalan tersebut. Pasalnya kamrat dimotori oleh kekuatan kultural, sosial, keagamaan dan pendidikan. Bahkan jika ditelisik lebih jauh, kekuatan psikologis juga turut menggerakkan kegiatan kamrat ini.

Secara kultural, pelaksanaan kegiatan kamrat sangat selaras dengan kultur masyarakat Madura yang lebih memprioritaskan segala hal yang bernuansa spiritual sekaligus juga memberikan nuansa spiritual dalam segala hal –meskipun terkadang masih terjadi “keawaman” di sana-sini. Selain itu, juga sangat sesuai dengan kultur sakralisasi dan penghormatan kepada kalangan darah biru yang tak jarang nyaris berlebihan. Sebab yang menyampaikan mau’idhah hasanah di sana adalah dari kalangan mereka.

Dari segi kegamaan, kamrat juga memiliki kesesuaian yang sangat dengan masyarakat Madura. Meskipun di kota-kota kabupaten Gereja berdiri tegak, namun sebagaimana yang jamak diketahui, mayoritas masyarakat Madura adalah pemeluk agama Islam. Dan sebagaimana telah maklum juga bahwa Islam yang diikuti oleh kebanyakan masyarakat Madura adalah Islam yang NU –meskipun sejatinya NU adalah organisasi masyarakat, bukan ideologi keagamaan. Agenda utama dalam kamrat, selain penyampaian mau’idhah hasanah, adalah tahlil dan shalawat. Dan keduanya merupakan amaliyah kaum nahdliyyin. Bahkan secara struktural, kamrat diakomodir dan dilaksanakan oleh beberapa Banom NU.

Apa yang ada dalam kamrat juga memiliki kesesuaian secara sosial dengan masyarakat Madura. Masyarakat Madura sangat suka menghadiri perkumpulan-perkumpulan. Lebih-lebih perkumpulan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur keagamaan yang dikemas lewat kesenian. Acara pawai, hadrah dan shalawatan, misalnya.

Masyarakat Madura yang hingga hari ini rata-rata masih memprioritaskan pendidikan agama, juga sangat sesuai dengan unsur pendidikan yang ada dalam kamrat. Penceramah yang menyampaikan mau’idhah hasanah dalam acara kamrat selalu menyajikan materi-materi seputar keagamaan ; sabar, tawakal, thaharah, mu’amalah, munakahat, dan seterusnya yang disajikan lengkap dengan landasan keagamaannya berupa al-Qur’an dan hadits ataupun nukilan ungkapan ulama’ klasik. Tak hanya itu, dalam beberapa kesempatan juga diisi dengan kajian kitab kuning.

Kesesuaian kamrat dengan unsur psikologis masyarakan Madura dapat dilihat dalam konten dan metode penyampaian dalam ceramah ini. Dalam menyampaikan mau’idhah hasanah di kamrat, Sang penceramah memilih konten dan cara penyampaian yang sesuai dengan tingkat kognisi dan perkembangan psikologis para anggota kamrat tersebut. Selain disampaikan dengan menggunakan bahasa lokal, juga dalam disertai humor di beberapa bagian dalam penyampaian materi yang dibawakannya.

Berbagai kekuatan dari banyak aspek yang terkandung dalam kamrat sebagaimana dipaparkan di atas, adalah potensi yang luar biasa. Jika potensi tersebut tidak digunakan untuk gerakan perubahan, akan menjadi potensi yang tersembunyi dan keberadaannya tak akan bermakna apa-apa.

Kamrat adalah kegiatan keagamaan-sosial yang berpotensi dan diharapkan untuk menciptakan keshalihan masyarakat Madura. Tidak hanya dalam aspek keshalihan individu, namun juga merambah pada keshalihan sosial dan kultural.

Yogyakarta, Senin, 04 April: 9.17 am. 

"Penulis adalah kader HMI komfak tarbiyah"
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
: