Home » » MAIN AGENDA AKTIVIS KAMPUS

MAIN AGENDA AKTIVIS KAMPUS

Selasa, 25 Juni 2013 | 0 komentar

Tulisan oleh: Noer Hasanatul Hafshaniyah

Istilah kupu-kupu yang merupakan akronim dari kuliah pulang-kuliah pulang seringkali saya dengar dari dosen-dosen, mahasiswa, dan civitas akademik lainnya. Istilah tersebut menjadi ‘label’ bagi mereka yang ‘aktivis kos’; mereka tidak mempunyai aktivitas lain selain ngampus dan pulang ke kos.

Sejauh yang saya tangkap lewat pengamatan saya, alas an beberapa mahasiswa yang melakoni aktivitas kupu-kupu tersebut tidak semata-mata karena alas an malas beraktivitas belaka. Namun lebih dari itu, pilihan mereka hidup di dunia kampus menjadi mahasiswa kupu-kupu karena alasan yang didasarkan pada fakta dan –tanpaknya- melalui proses berpikir panjang.

Mereka berpandangan bahwa aktif di organisasi –baik organisasi intra ataupun ekstra- cendrung menjadi ranjau bagi kegemilangan akademik mereka. Bagi mereka, para aktivis organisasi, pandangan ini tentu langsung dibantah mentah-mentah. Namun jangan tergesa-gesa dulu, kita perlu melihat bagaimana pandangan mereka. Sebab ternyata pandangan mahasiswa yang memandang sebelah mata terhadap organisasi ini bukan tanpa alasan.

Banyaknya aktivis yang sering kali mbolos adalah alasan yang paling sederhana menurut mereka. Ketidak pedulian para aktivis terhadap urusan akademik, mulai dari memenuhi presensi yang ditargetkan, bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan oleh dosen, dan lain-lain adalah sesuatu yang paling sering menjadi sorotan mahasiswa yang non aktivis. Lebih-lebih ketika melihat dari segi waktu tempuh kuliah. Para aktivis cendrung menghabiskan waktu yang lebih lama dalam menyyelesaikan kuliahnya dibandingkan dengan mereka yang non aktivis. Bahkan beberapa aktivis memang sengaja menghabiskan jatah waktu kuliah yang diberikan, yaitu tujuh tahun atau 14 semester. Dan ini yang tidak dilakukan oleh para akademisi. Para akademisi cendrung berprinsip, semakin cepat lulus, semakin baik.

Menurut pandangan umum, mahasiswa yang cepat lulus, cendrung identik dengan mahasiswa yang berkualitas. Dan begitu juga sebaliknya. Pandangan macam inilah yang tanpaknya juga sedang menjangkiti mahasisya hari ini. namun benarkah memang demikian? Tanpaknya kita perlu telaah lebih lanjut juga. Perhatikan fakta berikut ini.

Di negeri ini banyak sekali pengangguran intelektual. Bagaimana tidak, mereka adalah lulusan srata 1 atau bahkan strata 2 namun tidak ada sesuatu yang mereka handle. Tapi bukankah mereka punya ilmu pengetahuan yang didapat selama di bangku kuliah atau sebelumnya? Bila demikian pertanyaannya, tentu jawabannya adalah IYA. Namun ternyata untuk bisa survive dalam hidup ini tidak saja membutuhkan ilmu pengetahuan. Tapi juga butuh yang namanya relasi dan skill untuk menopang ilmu pengetahuan yang dimiliki. Di luar hal tersebut, bahkan ada yang lebih penting, yaitu kecemerlangan pribadi.

Lalu di mana skill, relasi dan kecemerlangan pribadi itu diproses? Ternyata bangku kuliah bukanlah tempat yang cukup untuk menumbuhkan skill, menjalin relasi dan memproses kepribadian yang cemerlang. Sebab, proses pembelajaran yang yang berlangsung di ruang kelas hanyalah bagian terkecil dari miniature kehidupan makro ini. Lalu bagian kecil lainnya ? Tentu ada di luar kelas. Sederhananya, di organisasi.

Namun persoalannya, nilai baik berorganisasi ini tak terlihat. Bahkan berdasarkan fakta tentang aktivis versi akademisi diatas, prilaku para aktivis cendrung menjadi hujab bagi sisi positif aktif di organisasi. Melihat segala apa yang ada dan melekat pada diri para aktivis cendrung membuat mahasiswa pada umumnya membentuk cara pandang anti organisasi. Inilah PR besar yang perlu segera diselesaikan.

Agenda para aktivis, selain menjalankan roda organisasi dan berbuat untuk kemanusiaan adalah membersihkan citra kehidupan para aktivis itu sendiri. Sebab bila tidak, mahasiswa secara umum, khususnya mereka para akademisi akan tetap memandang kesibukan berorganisasi menjadi momok bagi kegemilangan akademik. Dan bila ini terus dibiarkan, maka inilah yang disebut ‘dosa social’.

"Penulis adalah kader HMI komfak tarbiyah".
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
: